LAPORAN PENERAPAN HACCP
HAZARD ANALYSIS
AND CRITICAL CONTROL POINT
(HACCP) PADA TAHU LAPIS DI INSTALASI GIZI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan
terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan
persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada.
Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik
, juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada
nilainya lagi.
Penyelenggaraan makanan di rumah
sakit harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta
indikasi penyakit pasien. Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat
kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan,
juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection) atau infeksi
nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di antaranya dapat melalui
makanan. Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang berhubungan
dengan penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat, akan tetapi
timbulnya infeksi nosokomial secara umum diketahui angkanya tergolong tinggi.
Angka infeksi nosokomial di Jakarta sebesar 41,1%, di Surabaya 73,3%, dan
Yogyakarta kurang lebih 5,9% (Hasyim dalam Nurlaela. 2011).
Oleh karena itu diperlukan suatu
pendekatan sistematis melalui upaya pengidentifikasian bahaya (hazard) baik
fisik, kimiawi, dan mikrobiologis pada
proses pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik kritis,
yang dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Dalam
penyelenggaraan makanan di rumah sakit, HACCP adalah teknik yang dianjurkan
untuk penyehatan makanan karena HACCP merupakan pendekatan paling efektif dari
segi biaya untuk menjamin keamanan makanan di semua tahap penyediaannya
dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan pengujian hasil akhir
produk. HACCP juga merupakan jaminan mutu terhadap produk makanan yang diakui
secara internasional.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu
rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen dalam hal ini adalah pasian. Tujuan dari penyelanggaraan
makanan rumah sakit ini adalah menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan
jumlah yang sesuai denagn kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi
klien (Depkes, 2003).
Instalasi gizi sebagai pusat penyelenggaraan makanan bagi
pasien di rumah sakit yang mungkin menjadi titik terjadinya keracunan makanan
maupun penularan wabah penyakit, baik karena terkontaminasi bakteri dari
penjamah maupun alat-alat yang digunakan untuk proses pengolahan.
Lapis tahu memerlukan tindakan
HACCP karena bahan baku tahu lapis rentan terhadap bahaya dan terjadi
kontaminasi silang baik dari manusia ke bahan makanan, dari peralatan masak ke
bahan makanan dan dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya. Bahan baku lapis tahu adalah tahu putih dan telur ayam. Kontaminasi
dapat terjadi dari proses persiapan, pengolahan, pemorsian, distribusi maupun
penyajian.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka dilakukan pengamatan mengenai mutu keamanan
pangan pada lapis tahu dengan menggunakan penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut “ Bagaimanakah penerapan HACCP pada
pengolahan hidangan lapis tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto ? ”
C. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan lapis
tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Menganalisis permasalahan penerapan HACCP pada bahan mentah dan
proses pengolahan produk.
b.
Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.
c.
Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
d.
Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.
e.
Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.
f. Mampu
melakukan penerapan HACCP pada produk.
g. Menganalisis
hasil penerapan HACCP.
D. Manfaat
1.
Bagi Instalasi
Gizi
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam perbaikan mutu makanan, sehingga diharapkan bagi pihak instalasi gizi
dapat lebih meningkatkan pentingnya penerapan HCCP dalam pengolahan makanan.
2. Bagi
Peneliti
a.
Menambah
pengalaman dalam penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
b.
Memahami
penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
c.
Sebagai sarana mengaplikasikan
ilmu yang telah didapat di bangku kuliah khususnya tentang HACCP di Instalasi
Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Bagi
Pasien
Menghindari kemungkinan bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan oleh produk makanan lapis
tahu
yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
HACCP
(Hazard
Analysis and Critical Control Point)
1. Pengertian
HACCP
Hazard Analysis
and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu
sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi
titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP
merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin
keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan
dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
2. Tujuan
HACCP
a. Tujuan
Umum
Mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai
sebagai jaminan mutu pangan guna mengurangi keracunan makanan dan penyakit
melalui makanan.
b. Tujuan
Khusus
1) Memantau
dan mengevaluasi cara-cara dalam pengolahan makanan serta penetapan sanitasi
dalam memproduksi makanan.
2) Mengevaluasi
cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahan yang mungkin timbul dari
makanan.
3) Memperbaiki
cara pengolahan makanan dengan cara memberikan perhatian khusus pada proses-proses yang dianggap kritis.
3. Kegunaan
HACCP
Mencegah
dan mengendalikan timbulnya bahaya pada makanan, serta menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan
dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
4. Prinsip
HACCP
a.
Identifikasi Bahaya
1)
Pengelompokkan Bahaya
Tabel 1. Penggolongan pengelompokkan bahaya
Kelompok Bahaya
|
Karakteristik
|
A
|
Kelompok makanan khusus yang terdiri dari makanan non steril yang
ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi, balita, orang
sakit/pasien, orang tua, ibu hamil, ibu menyusui, usia lanjut
|
B
|
Makanan yang mengandung bahan / ingridien yang
sensitif terhadap bahaya biologis, kimia, atau fisik
|
C
|
Di dalam proses pengolahan makanan tidak terdapat
tahap yang dapat membunuh
mikroorganisme berbahaya atau mencegah / menghilangkan bahaya kimia / fisik
|
D
|
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
setelah pengolahan sebelum pengemasan / penyajian
|
E
|
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau
penanganan yang salah selama distribusi, penanganan oleh konsumen / pasien,
sehingga makanan menjadi berbahaya bila dikonsumsi
|
F
|
Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan / penyajian atau waktu dipersiapkan di
tingkat konsumen / pasien yang dapat memusnahkan / menghilangkan bahaya
biologis.
- Atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan, atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
|
2) Kategori
Resiko
Tabel 2.
Penggolongan tingkat resiko berdasarkan
karakteristik bahaya
Kategori Resiko
|
Karakteristik Bahaya
|
Keterangan
|
0
|
0 (tidak ada bahaya)
|
Tidak mengandung
bahaya A s.d F
|
1
|
(+)
|
Mengandung satu
bahaya A s.d F
|
2
|
(++)
|
Mengandung dua bahaya
A s.d F
|
3
|
(+++)
|
Mengandung tiga
bahaya A s.d F
|
4
|
(++++)
|
Mengandung empat
bahaya A s.d F
|
5
|
(+++++)
|
Mengandung lima
bahaya A s.d F
|
6
|
A + kategori khusus
|
Kategori resiko
palinh tinggi (semua makanan yang mengandung bahay A, baik dengan/tanpabahay
B s.d F)
|
b.
Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)
CCP (Critical Control Point) adalah suatu
titik, tahap, atau prosedur dimana
bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau
dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat
dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik
dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya
dapat dikurangi.
1) Bagan Penetapan CCP Terhadap Bahan Mentah
Gambar 1. Penetapan
CCP terhadap bahan mentah
|
|||||||
2) Bagan
Penetapan CCP Untuk Setiap Proses
Gambar 2. Penetapan
CCP terhadap proses
|
|||||||||||||
c. Penentuan Batas Kritis
Batas
kritis merupakan kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan
yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat
batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan
dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat
kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan
parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.
d.
Menentukan Prosedur Monitoring
Sistem pemantauan (monitoring) CCP adalah suatu
sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran
makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana
yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan
harus menggunakan catatan tertulis.
e. Penetuan Tindakan Koreksi
Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP
yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan
korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk
menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu
mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk
pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
f.
Penentuan prosedur Verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup
peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap
penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam
pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah
itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan
menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk
memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui
sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan
dalam proses produksi.
g.
Penentuan prosedur Pemeliharaan Catatan
Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang
berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa
contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya,
penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta
penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.
Penetapan
Tahap HACCP
B. Produk lapis tahu
1. Tahu
putih
Tahu adalah salah satu lauk hewani
yang dibuat dari bahan pokok
kedelai
dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui
proses
pengendapan protein dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain
yang
diijinkan, sehingga dihasilkan produk tahu berbentuk kotak, kenyal
dalam
keadaan basah.
Komposisi zat gizi dalam tahu cukup
baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya
yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga
mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang
bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya.
Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua
golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
2. Telur
Telur mempunyai kandungan protein
tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang
terkandung didalamnya juga tinggi.
Persyaratan tingkatan mutu fisik
Tabel 3. Syarat tingkatan mutu fisik telur
No
|
Faktor
Mutu
|
Tingkatan
mutu
|
||
Mutu I
|
Mutu II
|
Mutu III
|
||
1
|
Kondisi
kerabang
a.Bentuk
b.Kehalusan
c.Ketebalan
d.Keutuhan
e.Kebersihan
|
Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih
|
Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit noda
Kotor
|
Abnormal
Sedikit kasar
Tipis
Utuh
Banyak
noda dan sedikit kotor
|
2
|
Kondisi
kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
a.Kedalaman
kantong udara
b.Kebebasan
bergerak
|
<0,5 cm
Tetap ditempat
|
0,5 cm-0,9 cm
Bebas bergerak
|
>0,9 cm
Bebas
bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung udara
|
3
|
Kondisi putih telur
a. Kebersihan
b.Kekentalan
c. Indeks
|
Bebas
bercak
darah,
atau
benda
asing
lainnya
Kental
0,134-0,175
|
Bebas
bercak
darah,
atau
benda asing
lainnya
Sedikit
encer
0,092-0,133
|
Ada sedikit
bercak darah,
tidak ada benda
asing lainnya
Encer,
kuning telur belum
tercampur
dengan putih
0,050-0,091
|
4
|
Kondisi
kuning telur
a.
Bentuk
b.
Posisi
c.
Penampakan
batas
d.
Kebersihan
e.
Indeks
|
Bulat
Di
tengah
Tidak
jelas
Bersih
0,458-0,521
|
Agak
pipih
Sedikit
bergeser dari tengah
Agak
jelas
Bersih
0,394-0,457
|
Pipih
Agak
ke pinggir
Jelas
Ada
sedikit bercak darah
0,330-0,393
|
5
|
Bau
|
Khas
|
Khas
|
Khas
|
3. Bumbu
a)
Bawang putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman
bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Berdasarkan SNI 01-3160-1992, bawang
putih digolongkan dalam dua jenis mutu yaitu mutu I dan mutu II
Tabel 4. Penggolongan syarat mutu
bawang putih
Karakteristik
|
Syarat
|
Cara pengujian
|
|
Mutu I
|
Mutu II
|
||
Kesesuaian sifat varietas
|
Seragam
|
Seragam
|
Organoleptik
|
Tingkat ketuaan
|
Tua
|
Tua
|
Organoleptik
|
Kekompakan siung
|
Kompak
|
Kurang kompak
|
Organoleptik
|
Kebernasan
|
Bernas
|
Kurang bernas
|
Organoleptik
|
Kekeringan
|
Kering simpan
|
Kering simpan
|
Organoleptik
|
Kulit luar pembungkus umbi
|
Sempurna menutup umbi
|
Kurang sempurna menutup umbi
|
Organoleptik
|
Kerusakan, % (bobot-bobot) mkas.
|
5
|
8
|
SP-SMP-310-1981
|
Busuk, % (bobot-bobot) maks
|
1
|
2
|
SP-SMP-311-1981
|
Diameter minimum (cm)
|
3,0
|
2,5
|
SP-SMP-309-1981
|
Kotoran
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Organoleptik
|
b)
Garam
Garam beryodium yang di anjurkan untuk di
konsumsi manusia adalah yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu
berdasarkan SNI No 01 3556.2.2000 tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam
ditentukan sebesar 30 – 80 ppm dalam bentuk KIO3 hal ini dikaitkan dengan
jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6 – 10 gr. (Palupi,2004).
Tabel 5. Syarat mutu garam konsumsi beriodium
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Persyaratan Kualitas
|
1
|
Kadar air (H2O)
|
% b/b
|
maks. 7
|
2
|
Kadar NaCl (Natrium Klorida) di hitung dari
jumlah klorida
|
% adbk
|
min 94,7
|
3
|
Iodium dihitung sebagai Kalium Iodat (KIO3)
|
mg/kg
|
min. 30
|
4
|
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Raksa
(Hg)
|
mg/kg
mg/kg
mg/kg
|
maks.
10
maks.
10
maks 0,1
|
5
|
Arsen (As)
|
mg/kg
|
maks 0,1
|
Keterangan
: b/b = bobot/bobot
adbk = atas dasar berat kering
c)
Merica
Lada atau merica (Piper nigrum L) adalah
rempah-rempah berwujud bijian. Menurut jenisnya lada ada
dua macam yaitu lada putih dan lada hitam. Lada putih adalah buah lada yang
dipetik saat buah lada sudah matang. Lalu dikupas kulitnya dengan cara
merendamnya dalam air mengalir selama dua minggu, kemudian dejimur selama tiga
hari.
Selama ini
lada dipergunakan sebatas untuk untuk industri makanan khususnya untuk pengawet
daging dan bumbu penyedap masakan.lada mengandung zat kavsin yangmembuat sifat
pedas. Senyawa boron, calamine dan vacrol yang terdapat pada butiran buah lada
dapat merangsang pengeluaran hormone androgen dan estrogen.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran
penerapan HACCP pada lapis
telur.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi
Penelitian
dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2.
Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian hari Kamis, 5 September 2013 mulai dari
pukul 08.00 – 10.30 WIB.
C. Jenis Data yang
Dikumpulkan
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoeh dengan cara pengamatan langsung proses pembuatan lapis tahu, meliputi:
a.
Data penerimaan bahan
makanan
b.
Data persiapan bahan
makanan
c.
Data bumbu
d.
Data hasil pengolahan
e.
Data hasil penyajian
f.
Data hasil distribusi
g.
Data higiens dan
sanitasi alat dan tenaga pengolah dan tenaga distribusi
3.
Data Sekunder
Data sekunder
diperoleh dengan cara mencatat buku yang telah ada, meliputi:
a.
Data siklus menu
b.
Data standar resep
c.
Data standar porsi
d.
Data cara pengolahan
e.
Data pola pemberian
D.
Teknik Pengambilan Data
1.
Data primer
Data primer
diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan langsung proses pembuatan tahu lapis.
2.
Data sekunder
Data sekunder
dilihat dengan cara mencatat dari buku yang telah ada.
E.
Analisis Data
Analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui penerapan HCCP pada
pembuatan lapis tahu di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
BAB IV
PENERAPAN
HACCP
A. Analisis
Permasalahan
Penyelengaraan makan rumah sakit adalah suatu
rangkaian kegiatan mulai perencanaan menu sampai distribusi makanan kepada konsumen, dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal
melalui pemberian diet yg tepat (Depkes RI, 2005). Sanitasi makanan sangat
penting terutama di tempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan
orang banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan
pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti kegiatan berupa pelayanan medis yang
diselenggarakan melalui pendekatan preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif. Untuk menunjang pelayanan medis bagi pasien yang di selenggarakan
rumah sakit, perlu adanya pengolahan makanan yang baik dan memenuhi syarat
higiene sanitasi makanan (Djarismawati et al, 2004)
Pengendalian bahaya tersebut dapat dilakukan salah
satunya dengan penggunaan HACCP. Instalasi Gizi RSUD
Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto sebagai penyelengara makanan institusi
rumah sakit saat ini belum sepenuhnya menerapkan penggunaan HACCP. Walaupun
dalam pelaksanannya telah diterapkan beberapa pengawasan mutu makanan dari
proses penerimaan bahan makan sampai distribusi makanan.
B. Pengamatan
dan Aplikasi HACCP
1.
Tim
HACCP
a.
Khomsatun
Nurul Istiqomah
b.
Nur
Khasanah
2.
Waktu
Waktu pelaksanaan dan pengamatan pada tanggal 5
September 2013 di Instalasi Gizi RSUD. Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
3.
Diskripsi
Produk
Tahu lapis adalah salah satu menu masakan yang ada
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, untuk pavilion kelas I, II,III.
Bahan makanan yang diperlukan dalam pembuatan tahu lapis antara lain tahu putih
dan telur ayam. Menu ini termasuk jenis menu saring.
Tabel 6.
Daftar Bahan Mentah dan Igredien
No
|
Bahan mentah/ Ingridien
|
1
|
Tahu putih
|
2
|
Telur ayam
|
3
|
Bawang putih
|
4
|
Garam
|
5
|
Merica
|
4.
Identitas
Pengguna/ Konsumen
a.
Konsumen
Pasien paviliun, kelas I, II, dan
III dengan jenis makanan bentuk saring di RSUD. Prof. DR. Margono Soekarjo
Purwokerto.
b.
Cara
penerimaan
Tahu putih, telur ayam dan bumbu
sebelum digunakan diperiksa dahulu spesifikasinya. Untuk telur ayam dipilih
telur yang besar sedangkan telur yang kecil dikembalikan ke supplier.
c.
Cara
persiapan
Bahan utama yang akan dibuat
menjadi hidangan dipersiapkan ditroli. Untuk persiapan bumbu dilakukan oleh
satu orang tenaga pengolah, bumbu yang akan digunakan dicuci kemudian direbus,
yang selanjutnya dihaluskan dengan blender.
d.
Cara
pengolahan
Pada proses pengolahan tahu putih
dicuci kemudian dihaluskan, dicampur dengan telur ayam dan ditambahkan bumbu
yang telah dihaluskan (bawang putih, garam, merica) yang telah diracik oleh
tenaga pengolah bumbu, selanjutnya diaduk hingga rata. Setelah adonan tercampur
rata kemudian diletakkan dalam loyang dan dikukus selama 30 menit. Selanjutnya
hidangan melalui tahap pemorsian dan didistribusikan kepada pasien.
e.
Cara
distribusi
Produk tahu lapis yang telah matang
didistribusikan kepada pasien yang disajikan
pada wadah sesuai dengan kelas perawatannya. Kemudian makanan langsung
didistribusikan dari instalasi gizi oleh tenaga penyaji.
1.
Identifikasi
Bahaya dan Cara Pencegahan
Table 7. Identifikasi Bahaya dan Cara
Pencegahan
Bahan Makanan/ Ingridien
|
Bahaya Biologi/ Fisik/ Kimia
|
Jenis Bahaya
|
Cara Pencegahan
|
Tahu putih
|
Kimia
|
Formalin, pewarna putih
|
-
|
Fisik
|
Kotoran (debu, kerikil,
potongan plastic)
|
Penyortiran dan
penerimaan sesuai spesifikasi.
|
|
Biologi
|
Salmonella
|
Perebusan selama 30
menit.
|
|
Telur ayam
|
Kimia
|
-
|
-
|
Fisik
|
Adanya kotoran, busuk
|
Penyortiran, pencucian
dengan air mengalir.
|
|
Biologi
|
Salmonella, E.Colli
|
Pemanasaan
|
|
Bawang putih
|
Kimia
|
Pestisida
|
Penyortiran dan pencucian
dengan air mengalir.
|
Fisik
|
Adanya kotoran, busuk
|
Penyortiran dan pencucian
dengan air mengalir.
|
|
Biologi
|
Bacillus
|
Perebusan
|
|
Merica
|
Kimia
|
Pestisida
|
-
|
Fisik
|
Adanya kotoran
|
-
|
|
Biologi
|
Bacillus
|
-
|
|
Garam halus
|
Fisik
|
Kotoran
|
-
|
2.
Analisis
Resiko bahaya
Table 8. Analisis resiko bahaya pada bahan
BAHAN Mentah/Ingridien/Bahan Tambahan
|
Kelompok bahaya
|
Kategori Resiko
|
|||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
||
Produk
|
|
|
|||||
Tahu Lapis
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
Bahan Mentah
|
|
|
|||||
Tahu putih
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
Telur ayam
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
Bawang putih
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
Merica
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
Garam halus
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
3.
Analisis
Resiko Bahaya Proses
Tabel 9. Pengelompokkan bahaya
berdasarkan kategori risiko
No
|
Bahan
Makanan
|
Kelompok Bahaya
|
Kategori Risiko
|
|||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
|||
Proses
|
||||||||
1
|
Penerimaan
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
2
|
Penyimpanan
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
3
|
Pencucian
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
4
|
Penghalusan
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
5
|
Pencampuran
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
6
|
Pencetakan
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
7
|
Pengukusan
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
8
|
Pemorsian
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
9
|
Pendistribusian
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
VI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
A = Produk nonsteril untuk konsumen beresiko
tinggi
B = Mengandung bahan yang sensitif terhadap
bahaya biologis/kimia/fisik
C = Tidak ada tahap untuk
mencegah/menghilangkan bahaya
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali
setelah pengolahan
E = Kemungkinan penanganan yang salah selam
distribusi, penjualan dan konsumsi
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan
bahaya oleh konsumen
Bagan Penetapan CCP
1. Tahu putih
|
||||
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
2. Telur ayam
|
||||||
|
|
|
||||||||||
|
||||||||||
|
3.
Bawang putih
|
||||
|
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
4.
Merica bubuk
|
||||
|
||||||||
|
||||||||
5.
Gula halus
|
||||
|
|
|||||||
6. Pencampuran
|
||||
7. Pencetakan
|
||||
8. Pengukusan
|
||||
10. Pemorsian
|
||||
11. Penyajian
|
||||
Tabel 10. Penetapan CCP terhadap Setiapan Tahapan
Proses
Langkah-langkah Proses
|
Pertanyaan diagram Pohon Keputusan
|
|||
P1
|
P2
|
P3
|
CCP
|
|
Penerimaan
|
|
|||
Tahu putih
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Telur ayam
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Penyortiran
|
|
|
|
|
Telur ayam
|
Y
|
Y
|
|
CCP 2
|
Bawang putih
|
Y
|
Y
|
|
CCP 2
|
Penyimpanan
|
|
|||
Telur ayam
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Bawang putih
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Garam halus
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Merica bubuk
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Pencucian
|
||||
Tahu putih
|
Y
|
Y
|
|
CCP 2
|
Telur ayam
|
Y
|
Y
|
|
CCP 2
|
Bawang putih
|
Y
|
Y
|
|
CCP 2
|
Perebusan
|
||||
Bawang putih
|
Y
|
Y
|
|
CCP 1
|
Penghalusan
|
|
|||
Tahu putih
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Bawang putih
|
Y
|
T
|
|
Bukan CCP
|
Pencetakan
|
|
T
|
T
|
Bukan CCP
|
Pengukusan
|
|
Y
|
T
|
CCP 1
|
Distribusi
|
|
T
|
T
|
Bukan CCP
|
Keterangan:
Y : Ya
T : Tidak
Penetapan batas kritis
Tabel 11. Penetapan batas kritis
Komponen HACCP
|
Parameter kritis
|
Batas kritis
|
Penerimaan bahan
makanan
|
Standar Spesifikasi bahan
|
Tahu putih (bersih,
putih, utuh)
|
Telur ayam (bersih,
besar, utuh, tidak busuk)
|
||
Garam halus
(bersih)
|
||
Bawang putih(putih, segar, tidak busuk)
|
||
Merica bubuk (bersih)
|
||
Penyimpanan
sementara
(ruang transit)
|
Suhu
|
Disimpan pada suhu ruang (23°C)
|
Persiapan
(pemotongan, pencucian)
|
Jumlah E.Coli
Klorin
|
Bahan makanan bersih tidak mengandung
E.Coli ( - )
Air tidak berbau
|
Pengolahan
|
Salmonela
E.Coli
Suhu
|
Pengukusan sampai
matang (1000C, 30 menit)
|
Pemorsian
|
Suhu
Tempat
|
Suhu penyimpanan 70°C(hangat)
Wadah yang
digunakan bersih
|
Distribusi
|
Suhu
Waktu
|
Suhu makanan pada pendistribusian
70°C(hangat)
Waktu pendistribusian ± 1 jam
|
Penetapan Tindakan Pemantauan Pada Setiap CCP
Tabel 12. Kegiatan pemantauan pembuatan tahu
lapis
No.
|
Kegiatan Pemantauan
|
Cara Pemantauan
|
Hasil Pemantauan
|
1
|
Penerimaan Bahan Makanan
|
Pemantauan
|
· Tahu putih, telur
ayam yang diterima masih dalam keadaan segar
· Penerimaan bahan makanan sesuai dengan
spesifikasi bahan makanan
|
2
|
Penyimpanan
Bahan Makanan
|
Pengamatan
|
·
Semua
bahan makanan disimpan sesuai dengan jenis bahan makanan.
|
4
|
Persiapan Bahan Makanan
|
Pengamatan
|
· Semua bahan makanan masuk ruang persiapan
yang kemudian bahan makanan dicuci dengan air mengalir
|
5
|
pemasakan
Bahan Makanan
|
Pengamatan
|
Tahu putih yang
telah dicuci kemudian dihaluskan dan dicampur dengan telur ayam, selanjutnya
bumbu putih (bawang putih, merica, garam) yang telah disiapkan ditambahkan
dan diaduk hingga rata. Adonan yang telah dicampur rata selanjutnya dicetak
dalam loyang dan dikukus selama 30 menit.
|
7
|
Pemorsian Makanan
|
Pengamatan
|
· Sebelum makanan disajikan,makanan
disiapkan terlebih dahulu dalam plato steenliess dan piring keramik.
· Penyajian menu lapis tahu untuk kelas paviliun, I,II dan III dengan menggunakan plato steanless steel tertutup dan piring
keramik.
|
8
|
Pendistribusian
|
pengamatan
|
Pendistribusian
makanan dilakukan dengan menggunakan kereta makan dengan keadaan tertutup,
yang kemudian diantar ke setiap ruang.
|
A. Verifikasi
Tabel 13. Penetapan verifikasi
No.
|
Kegiatan Pemantauan
|
Penyimpangan
|
Tindakan Koreksi
|
1
|
Penerimaan
|
-
|
-
|
2
|
Penyimpanan
|
-
|
-
|
3
|
Persiapan
|
-
|
-
|
4.
|
Pencampuran
|
-
|
-
|
5.
|
Pemasakan
|
Pengukusan
dilakukan bersamaan dengan makanan olahan lain dalam satu wadah yang sama
sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi dari satu makanan ke makanan
lainnya.
|
Sebaiknya
pengukusan dilakukan dengan menggunakan satu alat masak untuk satu jenis
masakan saja.
|
6.
|
Pemorsian
|
-
|
-
|
7.
|
Pendistribusian
|
-
|
-
|
a.
Dokumentasi
Dokumentasi
dilakukan terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP, prosedur pengendalian,
verifikasi data dan catatan penyimpangan dari prosedur normal. Dokumentasi
dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian apabila terjadi kasus penyimpangan.
1)
Judul
Hazard Analisis
Critical Control Point (HACCP) pada tahu lapis di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
2) Tanggal
Pengamatan dan Pencatatan : 5 September 2013
a)
Diskripsi Produk : Tahu lapis adalah salah satu menu masakan yang ada di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
a.) Bahan dan
bumbu:
Tahu
putih, Telur ayam, bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus)
b.) Alat :
Baskom,
loyang, blender, kompor gas, steamer, pisau, dan mangkuk.
3) Identifikasi
Penggunaan
Tahu lapis adalah
jenis makanan saring untuk pasien paviliun, kelas I, II, dan III
4) Proses
yang dilakukan pada tahu lapis
·
Proses Penerimaan
Analisa
bahan sesuai dengan spesifikasi
·
Proses Persiapan Bahan Makanan
Pemantauan
pada proses persiapan bahan makanan, mulai dari pencucian
·
Proses Permasakan/pengolahan Bahan Makanan
Pemantauan
pada proses pengukusan bahan makanan
·
Proses Pemorsian Makanan
Pemantauan
pada proses pengemasan bahan makanan
·
Proses Pendistribusian Makanan
Pemantauan
pada proses pendistribusian makanan
5) Identifikasi
Bahaya dan Cara Pencegahan pada CCP
·
Proses Penerimaan
Spesifikasi
bahan meliputi warna, aroma, jumlah, kebersihan
·
Proses Pengolahan
Analisis
bahaya pada proses pengolahan meliputi suhu, peralatan masak dan waktu
perebusan terhadap kontaminasi yang mungkin terjadi
·
Proses penyimpanan sementara
Analisis
bahaya: waktu, tempat, kebersihan tempat, perlakuan pada makanan selama penyimpanan
·
Proses Pendistribusian
Analisis
bahaya: alat saji, penjamah, kebersihan alat pemorsian, ketetapan waktu saat
distribusi
6) Penetapan
Batas Kritis dan Toleransi pada CCP
·
Proses Penerimaan
Penerimaan
bahan makanan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
·
Proses Penyimpanan
Penyimpanan
dilakukan sesuai dengan jenis bahan makanan dan penyesuaian suhu
·
Proses Persiapan
Sterilisasi
alat dan hygiene pekerja, pencucian bahan makanan dengan air mengakir sampai
bersih
·
Proses Pengolahan
Pemakaian
celemek, kebersihan alat dan hygiene pengolah
·
Proses penyimpanan sementara
Tahu
lapis yang telah matang ditempatkan pada wadah yang tertutup
·
Proses Pendistribusian
Waktu
distribusi sampai pada konsumen tepat waktu dan perhatikan aliran distribusinya
Tabel 14. Tindakan koreksi
Tingkat resiko
|
Tindakan koreksi
|
Produk beresiko rendah
|
Produk dapat diproses,
penyimpangan harus dikoreksi.
Pengawasan rutin harus
dilakukan untuk menjamin status resiko rendah berubah menjadi status sedang
atau tinggi
|
BAB V
PEMBAHASAN
Penerapan HACCP yang dilakukan pada tanggal 5 September 2013 di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto yaitu mengenai pembuatan tahu lapis yang merupakan menu saring dalam menu makan siang di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto untuk paviliun, kelas
I, II, III. Pembuatan tahu lapis ini
terdiri dari bahan baku tahu putih, telur
ayam dan bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus).
Pada bahan yang ada terdapat beberapa potensi
bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. Analisis bahaya pada tahu lapis termasuk dalam kategori resiko bahaya
rendah sehingga berarti produk dapat
diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki jika waktu memungkinkan
dan pengawasan rutin harus dilakukan.
1.
Penerimaan
Penerimaan bahan makanan
dilakukan sebelum persiapan bahan makanan. Proses penerimaan bahan makanan
mentah didapat dari rekanan yaitu CV Prima 137 yang diperiksa berdasarkan
order/pemesanan oleh tim pemeriksa barang
rumah sakit dan bendaharawan barang rumah sakit. Proses penerimaan
bahan makanan termasuk ke dalam CCP 2, karena pada proses ini ditujukan untuk
mengurangi bahaya serta kontaminasi bahaya yang kemungkinan akan meningkat melebihi
batas berdasarka
spesifikasi yang ada pada instalasi gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Usaha untuk mengurangi
maupun menghilangkan bahaya pada saat proses penerimaan tersebut telah
dilakukan oleh Instalasi Gizi RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan
cara menerima bahan yang sesuai dengan standar spesifikasi yang telah
ditetapkan. Keadaan bahan makanan dari tahu lapis ini terdiri dari bahan baku tahu putih, telur ayam, bumbu putih (bawang
putih, merica, garam halus). Pada saat pengamatan proses penerimaan
bahan untuk pembuatan tahu putih
sudah sesuai dengan standar spesifikasi yang telah ditetapkan.
2.
Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan
setelah proses penerimaan bahan makanan. Proses penyimpanan dilakukan pada
bahan makanan dari tahu putih
seperti tahu putih dan telur ayam.
Penyimpanan telur ayam
disimpan pada gudang kering dan tidak datang setiap hari karena menggunakan
stok yang masih ada selama 2 hari. Sedangkan
untuk tahu putih yang digunakan hanya melalui tahap penyimpanan sebentar di
ruang transit karena tahu putih datang pada hari itu juga.
3.
Persiapan (Pencucian)
Bahan makanan yang
disimpan pada ruang transit dikirim keruang persiapan oleh petugas.Persiapan
bahan makanan dilakukan dengan pencucian bahan makanan. Proses persiapan bahan
makanan dilakukan oleh tenaga pengolah. Proses persiapan (pencucian) merupakan CCP 2 karena
hanya dapat mengurangi bahaya yang ada. Pada tahap ini tahu putih dicuci terlebih dahulu, begitu pula dengan
telur ayam sebelum dipecah dan dicampurkan ke tahu putih telur ayam dicuci
terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan mengurangi potensi
bahaya yang ada pada telur ayam. Proses pencucian dilakukan dengan menggunakan
air mengalir yang berasal dari PDAM yang
telah mendapat lisensi sehingga mutu dapat terjamin.
4.
Pengolahan ( Pemasakan)
Pengolaha tahu putih dilakukan oleh 1 tenaga pengolah. Sebelum
dilakukan pengolahan alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Tenaga
pengolah wajib memakai clemek serta tutup kepala dan tidak wajib memakai masker pada saat
pengolahan tetapi harus meminimalkan frekuensi bicara kepada petugas lain
karena instalasi gizi RSUD. Prof.DR Margono Soekarjo Purwokerto mengadopsi
sistem pengolahan dari eropa yaitu tidak wajib memakai masker pada saat pengolahan
tetapi pada saat pemorsian atau berhadapan langsung dengan makanan yang telah
matang wajib memakai masker. Proses pengolahan merupakan CCP 1 karena pada proses ini diharapkan
mampu menghilangkan bahaya yang ada. Pada proses ini alat yang digunakan dicuci
menggunakan air kran, yang bersumber dari air tanah. Pengolahan (pengukusan
dilakukan dengan cara pengukusan di dalam steamer selama 30 menit, namun
steamer digunakan bersamaan dengan pengukusan bahan makanan lain yang dan
dikhawatirkan terjadi kontaminasi dari satu bahan makanan ke bahan makanan yang
lainnya.
5.
Pemorsian
Penyajian menu tahu putih pada pengamatan ini yaitu untuk pasien yang
dirawat di paviliun, kelas
I, II dan III, sedangkan untuk proses pemorisannya dilakukan dengan menggunakan
plato tertutup untuk kelas I, II,
III dan piring keramik untuk pasien paviliun. Selain itu penempatan
pada plato tertutup dan piring keramik,
sudah menggunakan sendok sayur yang telah dicuci sebelumnya sehingga dapat
mengurangi kontaminasi kotoran yang mungkin menempel pada alat. Proses
pengemasan merupakan CCP 2 karena pada proses pengemasan hanya dapat mengurangi
bahaya yang ada.
6.
Pendistribusian
Proses pendistribusian
merupakan CCP 2 karena dapat mengurangi bahaya yang ada, khususnya bahaya
karena ada proses penyajian makanan, petugas penyaji telah menggunakan masker
yang ditujukan agar makanan tidak terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada
mulut saat para penyaji sedang berbicara. Tahu lapis didistribusikan ke pasien oleh petugas
pramusaji yang sudah mengenakan masker. Tahu lapis telah ditempatkan pada plato tertutup dan
kemudian dimasukkan pada kereta / troli makan tertutup, sehingga dapat mencegah
kontaminasi udara pada makanan didalamnya.
Dari semua uraian
diatas, tingkat resiko produk tahu lapis untuk paviliun, kelas
I,II dan III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dikategorikan beresiko
rendah Artinya makanan dapat terus diolah
tetapi perlu adanya pengawasan makanan dengan baik, karena makanan tersebut
dikonsumsi untuk pasien atau orang sakit. Penyimpangan yang terjadi perlu
segera diperbaiki, dan tindakan pengawasan rutin serta penerapan
HACCP perlu dilakukan untuk menjamin keamanan makanan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lapis tahu
merupakan menu saring yang diolah di Instalasi Gizi RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo dengan bahan mentah berupa tahu putih, telur ayam dan bumbu putih
(bawang putih, merica, garam halus).
Cara pembuatan
tahu lapis adalah mencuci tahu putih, telur ayam dan bawang putih hingga bersih
pada kran yang airnya bersumber dari
PDAM. Selanjutnya tahu putih dihaluskan kemudian ditambahkan telur ayam dan
diaduk hingga merata. Sebelum bumbu dihaluskan bawang putih direbus terlebih
dahulu setelah itu baru membuat bumbu putih. Bumbu yang telah dihaluskan
kemudian dicampurkan ke dalam campuran tahu putih dan telur dan diaduk kembali
hingga rata. Kemudian meletakkan campuran tadi ke dalam loyang dan dikukus
hingga matang selama 30 menit.
Beberapa bahan
dan proses dari pembuatan lapis tahu mempunyai potensi bahaya fisik, kimia
maupun biologi. Pada proses penerimaan bahan makanan hingga proses
pendistribusian terdapat beberapa titik kritis diantaranya yaitu :
1. CCP 1 : Proses pemasakan (pengukusan)
2. CCP 2 : Proses penerimaan, sortasi, persiapan (pencucian) dan
pendistribusian.
Pada
proses persiapan sampai dengan proses pendistribusian terdapat beberapa batas
CCP serta toleransinya dari setiap proses yang dilakukan. Tindakan pemantauan
dalam pembuatan lapis tahu terpantau aman dan prosesnya dilakukan dengan baik
tanpa melalui tahap penyimpanan. Tidak adanya tahap penyimpanan pada proses
pembuatannya sehingga juga tidak terdapat tindakan koreksi yang diperlukan.
Hanya saja penggunaaan steaming untuk pengukusan seharusnya tidak digunakan
bersamaan dengan pengukusan makanan olahan yang lainnya agar tidak terjadi
kontaminasi silang dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya.
Verifikasi
kegiatan melihat kembali beberapa verifikasi yang sudah ditentukan. Pada proses
pembuatan lapis tahu ini penetapan verifikasi sudah dilakukan dengan cukup baik
dan sesuai jadwal.
Pencatatan
dan dokumentasi dilakukan dengan melihat kembali judul, tanggal pengamatan dan
pencatatan, keterangan produk, alat dan bahan, serta proses yang dilakukan
mulai dari proses penerimaan sampai dengan pendistribusian.
B.
Saran
Meningkatkan pengawasan hygiene sanitasi terhadap
tenaga pengolah dan peralatan yang digunakan agar mendapatkan kualitas makanan
yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI. 2005.
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta.
Depkes RI, 2003.
Indikator Indonesia Sehat 2010 dan
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat.
Jakarta.
Djarismawati.,
Sugiharti. dan Riris Nainggolan. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe
Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamine B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan
Vol 3 (1): 7 – 12. Diakses tanggal 5 September 2013.
Iskak R. Infeksi Nosokomial dan Staphylococcus
Epidermidis. Republika: 2006.
Nurlaela, Euis.
2011. Keamanan Pangan dan Perilaku
Penjamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Jurnal FKM UNHAS Vol. 1,
No. 1. Agustus 20011 : 1-7. Diakses tanggal 5 September 2013.
Shurtleff, William, Aiko Aoyagi. 2001.
The Book of Miso. Japan : Ten Speed Press.