Kamis, 03 Juli 2014

LAPORAN PENERAPAN HACCP

LAPORAN PENERAPAN HACCP

HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA TAHU LAPIS DI INSTALASI GIZI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi penyakit pasien. Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection) atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di antaranya dapat melalui makanan. Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat, akan tetapi timbulnya infeksi nosokomial secara umum diketahui angkanya tergolong tinggi. Angka infeksi nosokomial di Jakarta sebesar 41,1%, di Surabaya 73,3%, dan Yogyakarta kurang lebih 5,9% (Hasyim dalam Nurlaela. 2011).
Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan sistematis melalui upaya pengidentifikasian bahaya (hazard) baik fisik, kimiawi,  dan mikrobiologis pada proses pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik kritis, yang dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit, HACCP adalah teknik yang dianjurkan untuk penyehatan makanan karena HACCP merupakan pendekatan paling efektif dari segi biaya untuk menjamin keamanan makanan di semua tahap penyediaannya dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan pengujian hasil akhir produk. HACCP juga merupakan jaminan mutu terhadap produk makanan yang diakui secara internasional.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam hal ini adalah pasian. Tujuan dari penyelanggaraan makanan rumah sakit ini adalah menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai denagn kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien (Depkes, 2003).
Instalasi gizi sebagai pusat penyelenggaraan makanan bagi pasien di rumah sakit yang mungkin menjadi titik terjadinya keracunan makanan maupun penularan wabah penyakit, baik karena terkontaminasi bakteri dari penjamah maupun alat-alat yang digunakan untuk proses pengolahan.
Lapis tahu memerlukan tindakan  HACCP karena bahan baku tahu lapis rentan terhadap bahaya dan terjadi kontaminasi silang baik dari manusia ke bahan makanan, dari peralatan masak ke bahan makanan dan dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya. Bahan baku lapis tahu adalah tahu putih dan telur ayam. Kontaminasi dapat terjadi dari proses persiapan, pengolahan, pemorsian, distribusi maupun penyajian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengamatan mengenai mutu keamanan pangan pada lapis tahu dengan menggunakan penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “ Bagaimanakah penerapan HACCP pada pengolahan hidangan lapis tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ? ”

C.    Tujuan
1.         Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan lapis tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


2.         Tujuan Khusus
a.       Menganalisis permasalahan penerapan HACCP pada bahan mentah dan proses pengolahan produk.
b.      Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.
c.       Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
d.      Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.
e.       Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.
f.       Mampu melakukan penerapan HACCP pada produk.
g.      Menganalisis hasil penerapan HACCP.

D.    Manfaat
1.      Bagi Instalasi Gizi
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perbaikan mutu makanan, sehingga diharapkan bagi pihak instalasi gizi dapat lebih meningkatkan pentingnya penerapan HCCP dalam pengolahan makanan.
2.      Bagi Peneliti
a.         Menambah pengalaman dalam penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
b.         Memahami penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
c.         Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah khususnya tentang HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3.      Bagi Pasien
Menghindari kemungkinan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh produk makanan lapis tahu yang dihasilkan.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
1.    Pengertian HACCP
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
2.    Tujuan HACCP
a.       Tujuan Umum
Mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna mengurangi keracunan makanan dan penyakit melalui makanan.
b.      Tujuan Khusus
1)      Memantau dan mengevaluasi cara-cara dalam pengolahan makanan serta penetapan sanitasi dalam memproduksi makanan.
2)      Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahan yang mungkin timbul dari makanan.
3)      Memperbaiki cara pengolahan makanan dengan cara memberikan perhatian khusus pada proses-proses yang dianggap kritis.
3.    Kegunaan HACCP
Mencegah dan mengendalikan timbulnya bahaya pada makanan, serta menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
4.    Prinsip HACCP
a. Identifikasi Bahaya
1)      Pengelompokkan Bahaya
Tabel 1. Penggolongan pengelompokkan bahaya
Kelompok Bahaya
Karakteristik
A
Kelompok makanan khusus yang terdiri dari makanan non steril yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi, balita, orang sakit/pasien, orang tua, ibu hamil, ibu menyusui, usia lanjut
B
Makanan yang mengandung bahan / ingridien yang sensitif terhadap bahaya biologis, kimia, atau fisik
C
Di dalam proses pengolahan makanan tidak terdapat tahap yang dapat membunuh mikroorganisme berbahaya atau mencegah / menghilangkan bahaya kimia / fisik
D
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan / penyajian
E
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau penanganan yang salah selama distribusi, penanganan oleh konsumen / pasien, sehingga makanan menjadi berbahaya bila dikonsumsi
F
Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan / penyajian atau waktu dipersiapkan di tingkat konsumen / pasien yang dapat memusnahkan / menghilangkan bahaya biologis.
- Atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan, atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik



2)      Kategori Resiko
Tabel 2. Penggolongan tingkat resiko berdasarkan  karakteristik bahaya
Kategori Resiko
Karakteristik Bahaya
Keterangan
0
0 (tidak ada bahaya)
Tidak mengandung bahaya A s.d F
1
(+)
Mengandung satu bahaya A s.d F
2
(++)
Mengandung dua bahaya A s.d F
3
(+++)
Mengandung tiga bahaya A s.d F
4
(++++)
Mengandung empat bahaya A s.d F
5
(+++++)
Mengandung lima bahaya A s.d F
6
A + kategori khusus
Kategori resiko palinh tinggi (semua makanan yang mengandung bahay A, baik dengan/tanpabahay B s.d F)












b. Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)
CCP (Critical Control Point) adalah suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.









1) Bagan Penetapan CCP Terhadap Bahan Mentah
Gambar 1. Penetapan CCP terhadap bahan mentah
P1. Apakah bahan mentah mengandung potensi bahaya ? (B, F, K)
 
 





                                           
 






2) Bagan Penetapan CCP Untuk Setiap Proses
Gambar 2. Penetapan CCP terhadap proses
P1. Apakah tahap ini dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
 














c. Penentuan Batas Kritis
Batas kritis merupakan kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.
d. Menentukan Prosedur Monitoring
Sistem pemantauan (monitoring) CCP adalah suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.
e. Penetuan Tindakan Koreksi
Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
f. Penentuan prosedur Verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses produksi.

g. Penentuan prosedur Pemeliharaan Catatan
Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.
Penetapan Tahap HACCP



B.     Produk lapis tahu
1. Tahu putih
            Tahu adalah salah satu lauk hewani yang dibuat dari bahan pokok
kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui
proses pengendapan protein dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain
yang diijinkan, sehingga dihasilkan produk tahu berbentuk kotak, kenyal
dalam keadaan basah.
            Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
2. Telur
            Telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi.
            Persyaratan tingkatan mutu fisik
Tabel 3. Syarat tingkatan mutu fisik telur
No
Faktor Mutu
Tingkatan mutu
Mutu I
Mutu II
Mutu III
1
Kondisi kerabang
a.Bentuk
b.Kehalusan
c.Ketebalan
d.Keutuhan
e.Kebersihan


Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih

Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit noda
Kotor

Abnormal
Sedikit kasar
Tipis
Utuh
Banyak noda dan sedikit kotor
2
Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
a.Kedalaman
   kantong udara
b.Kebebasan
   bergerak





<0,5 cm

Tetap ditempat





0,5 cm-0,9 cm

Bebas bergerak





>0,9 cm

Bebas bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung udara
3
Kondisi putih telur
a. Kebersihan




b.Kekentalan



c. Indeks

Bebas bercak
darah, atau
benda asing
lainnya
Kental



0,134-0,175

Bebas
bercak darah,
atau benda asing
lainnya
Sedikit encer




0,092-0,133

Ada sedikit
bercak darah,
tidak ada benda
asing lainnya

Encer, kuning telur belum
tercampur dengan putih
0,050-0,091
4
Kondisi kuning telur
a. Bentuk
b. Posisi

c. Penampakan
    batas
d. Kebersihan

e. Indeks

Bulat
Di tengah

Tidak jelas


Bersih

0,458-0,521


Agak pipih
Sedikit bergeser  dari tengah
Agak jelas


Bersih

0,394-0,457

Pipih
Agak ke pinggir

Jelas


Ada sedikit bercak darah
0,330-0,393
5
Bau
Khas
Khas
Khas

3. Bumbu
a)      Bawang putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Berdasarkan SNI 01-3160-1992, bawang putih digolongkan dalam dua jenis mutu yaitu mutu I dan mutu II
Tabel 4. Penggolongan syarat mutu bawang putih
Karakteristik
Syarat
Cara pengujian
Mutu I
Mutu II
Kesesuaian sifat varietas
Seragam
Seragam
Organoleptik
Tingkat ketuaan
Tua
Tua
Organoleptik
Kekompakan siung
Kompak
Kurang kompak
Organoleptik
Kebernasan
Bernas
Kurang bernas
Organoleptik
Kekeringan
Kering simpan
Kering simpan
Organoleptik
Kulit luar pembungkus umbi
Sempurna menutup umbi
Kurang sempurna menutup umbi
Organoleptik
Kerusakan, % (bobot-bobot) mkas.
5
8
SP-SMP-310-1981
Busuk, % (bobot-bobot) maks
1
2
SP-SMP-311-1981
Diameter minimum (cm)
3,0
2,5
SP-SMP-309-1981
Kotoran
Tidak ada
Tidak ada
Organoleptik



b)      Garam
Garam beryodium yang di anjurkan untuk di konsumsi manusia adalah yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu berdasarkan SNI No 01 3556.2.2000 tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam ditentukan sebesar 30 – 80 ppm dalam bentuk KIO3 hal ini dikaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6 – 10 gr. (Palupi,2004).
Tabel 5. Syarat mutu garam konsumsi beriodium
No
Parameter
Satuan
Persyaratan Kualitas
1
Kadar air (H2O)
% b/b
maks. 7
2
Kadar NaCl (Natrium Klorida) di hitung dari jumlah klorida
% adbk
min 94,7
3
Iodium dihitung sebagai Kalium Iodat (KIO3)
mg/kg
min. 30
4
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maks. 10
maks. 10
maks 0,1
5
Arsen (As)
mg/kg
maks 0,1
Keterangan : b/b = bobot/bobot
         adbk = atas dasar berat kering
c)      Merica
Lada atau merica (Piper nigrum L) adalah rempah-rempah berwujud bijian. Menurut jenisnya lada ada dua macam yaitu lada putih dan lada hitam. Lada putih adalah buah lada yang dipetik saat buah lada sudah matang. Lalu dikupas kulitnya dengan cara merendamnya dalam air mengalir selama dua minggu, kemudian dejimur selama tiga hari.
Selama ini lada dipergunakan sebatas untuk untuk industri makanan khususnya untuk pengawet daging dan bumbu penyedap masakan.lada mengandung zat kavsin yangmembuat sifat pedas. Senyawa boron, calamine dan vacrol yang terdapat pada butiran buah lada dapat merangsang pengeluaran hormone androgen dan estrogen.



BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
     Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran penerapan HACCP pada lapis telur.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1.     Lokasi
Penelitian dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2.     Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian hari Kamis, 5 September 2013  mulai dari pukul 08.00 – 10.30 WIB.

C. Jenis Data yang Dikumpulkan
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoeh dengan cara pengamatan langsung proses pembuatan lapis tahu, meliputi:
a.        Data penerimaan bahan makanan
b.       Data persiapan bahan makanan
c.        Data bumbu
d.       Data hasil pengolahan
e.        Data hasil penyajian
f.        Data hasil distribusi
g.       Data higiens dan sanitasi alat dan tenaga pengolah dan tenaga distribusi
3.     Data Sekunder
Data  sekunder diperoleh dengan cara mencatat buku yang telah ada, meliputi:
a.        Data siklus menu
b.       Data standar resep
c.        Data standar porsi
d.       Data cara pengolahan
e.        Data pola pemberian

D. Teknik Pengambilan Data
1.     Data primer
Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan langsung proses pembuatan tahu lapis.
2.     Data sekunder
Data sekunder dilihat dengan cara mencatat dari buku yang telah ada.

E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui penerapan HCCP pada pembuatan lapis tahu di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.











BAB IV
PENERAPAN HACCP
A.    Analisis Permasalahan
Penyelengaraan makan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai perencanaan menu sampai distribusi makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yg tepat (Depkes RI, 2005). Sanitasi makanan sangat penting terutama di tempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan orang banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti kegiatan berupa pelayanan medis yang diselenggarakan melalui pendekatan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Untuk menunjang pelayanan medis bagi pasien yang di selenggarakan rumah sakit, perlu adanya pengolahan makanan yang baik dan memenuhi syarat higiene sanitasi makanan (Djarismawati et al, 2004)
Pengendalian bahaya tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan penggunaan HACCP. Instalasi Gizi RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto sebagai penyelengara makanan institusi rumah sakit saat ini belum sepenuhnya menerapkan penggunaan HACCP. Walaupun dalam pelaksanannya telah diterapkan beberapa pengawasan mutu makanan dari proses penerimaan bahan makan sampai distribusi makanan.

B.     Pengamatan dan Aplikasi HACCP
1.         Tim HACCP
a.       Khomsatun Nurul Istiqomah
b.      Nur Khasanah
2.         Waktu
Waktu pelaksanaan dan pengamatan pada tanggal 5 September 2013 di Instalasi Gizi RSUD. Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
3.      Diskripsi Produk
Tahu lapis adalah salah satu menu masakan yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, untuk pavilion kelas I, II,III. Bahan makanan yang diperlukan dalam pembuatan tahu lapis antara lain tahu putih dan telur ayam. Menu ini termasuk jenis menu saring.
Tabel 6.  Daftar Bahan Mentah dan Igredien
No
Bahan mentah/ Ingridien
1
Tahu putih
2
Telur ayam
3
Bawang putih
4
Garam
5
Merica

4.      Identitas Pengguna/ Konsumen
a.         Konsumen
Pasien paviliun, kelas I, II, dan III dengan jenis makanan bentuk saring di RSUD. Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto.
b.        Cara penerimaan
Tahu putih, telur ayam dan bumbu sebelum digunakan diperiksa dahulu spesifikasinya. Untuk telur ayam dipilih telur yang besar sedangkan telur yang kecil dikembalikan ke supplier.
c.         Cara persiapan
Bahan utama yang akan dibuat menjadi hidangan dipersiapkan ditroli. Untuk persiapan bumbu dilakukan oleh satu orang tenaga pengolah, bumbu yang akan digunakan dicuci kemudian direbus, yang selanjutnya dihaluskan dengan blender.
d.      Cara pengolahan
Pada proses pengolahan tahu putih dicuci kemudian dihaluskan, dicampur dengan telur ayam dan ditambahkan bumbu yang telah dihaluskan (bawang putih, garam, merica) yang telah diracik oleh tenaga pengolah bumbu, selanjutnya diaduk hingga rata. Setelah adonan tercampur rata kemudian diletakkan dalam loyang dan dikukus selama 30 menit. Selanjutnya hidangan melalui tahap pemorsian dan didistribusikan kepada pasien.

e.       Cara distribusi
Produk tahu lapis yang telah matang didistribusikan kepada pasien yang disajikan  pada wadah sesuai dengan kelas perawatannya. Kemudian makanan langsung didistribusikan dari instalasi gizi oleh tenaga penyaji.





1.      Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan
Table 7. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan
Bahan Makanan/ Ingridien
Bahaya Biologi/ Fisik/ Kimia
Jenis Bahaya
Cara Pencegahan
Tahu putih
Kimia
Formalin, pewarna putih
-
Fisik
Kotoran (debu, kerikil, potongan plastic)
Penyortiran dan penerimaan sesuai spesifikasi.
Biologi
Salmonella
Perebusan selama 30 menit.
Telur ayam
Kimia
-
-
Fisik
Adanya kotoran, busuk
Penyortiran, pencucian dengan air mengalir.
Biologi
Salmonella, E.Colli
Pemanasaan
Bawang putih
Kimia
Pestisida
Penyortiran dan pencucian dengan air mengalir.
Fisik
Adanya kotoran, busuk
Penyortiran dan pencucian dengan air mengalir.
Biologi
Bacillus
Perebusan
Merica
Kimia
Pestisida
-
Fisik
Adanya kotoran
-
Biologi
Bacillus
-
Garam halus
Fisik
Kotoran
-








2.      Analisis Resiko bahaya
Table 8. Analisis resiko bahaya pada bahan
BAHAN Mentah/Ingridien/Bahan Tambahan
Kelompok bahaya
Kategori Resiko
A
B
C
D
E
F
Produk


Tahu Lapis
+
+
-
+
+
+
VI
Bahan Mentah


Tahu putih
+
+
-
+
+
+
VI
Telur ayam
+
+
-
+
+
+
VI
Bawang putih
+
+
-
+
+
+
VI
Merica
+
+
-
+
+
+
VI
Garam halus
+
+
-
+
+
+
VI

3.      Analisis Resiko Bahaya Proses
Tabel 9. Pengelompokkan bahaya berdasarkan kategori risiko

No
Bahan
Makanan
Kelompok Bahaya
Kategori Risiko
A
B
C
D
E
F
Proses
1
Penerimaan
+
+
-
+
+
+
VI
2
Penyimpanan
+
+
-
+
+
+
VI
3
Pencucian
+
+
-
+
+
+
VI
4
Penghalusan
+
+
-
+
+
+
VI
5
Pencampuran
+
+
-
+
+
+
VI
6
Pencetakan
+
+
-
+
+
+
VI
7
Pengukusan
+
+
-
+
+
+
VI
8
Pemorsian
+
+
-
+
+
+
VI
9
Pendistribusian
+
+
-
+
+
+
VI










Keterangan:
A = Produk nonsteril untuk konsumen beresiko tinggi    
B = Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik    
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya                         
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = Kemungkinan penanganan yang salah selam distribusi, penjualan dan konsumsi
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen

Bagan Penetapan CCP
1.      Tahu putih
P1. Apakah tahu putih  mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
 
 





                                           
P2a. Apakah tahap penerimaan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
Bukan CCP
 
P2b. Apakah tahap pencucian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
P2c. Apakah tahap penghalusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
 
















2.    Telur ayam
P1. Apakah telur ayam mengandung bahan potensi bahaya? (B, K ,F)
 
YA
 
 





P2a. Apakah tahap penerimaan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
                                           

P2b. Apakah tahap penyortiran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
P2c. Apakah tahap penyimpanan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
P2d. Apakah tahap pencucian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
 
 















 







3.        Bawang putih
P1. Apakah bawang putih mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
 
 





                                           
 




P2b. Apakah tahap penyimpanan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
                                                                                                         

P2c. Apakah tahap penyortiran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
P2d. Apakah tahap pengcucian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
P2e. Apakah tahap perebusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
P2f. Apakah tahap penghalusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 



























4.        Merica bubuk
P1. Apakah telur merica mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
 
 




                                           
P2. Apakah penyimpanan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya pada batas aman?
 
Bukan CCP
 
 





5.        Gula halus
P1. Apakah gula halus mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
 
 




YA
 
                                           
YA
 
 






6.    Pencampuran
P2. Apakah pencampuran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 






7.    Pencetakan
P2. Apakah pencampuran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 






8.    Pengukusan
P2. Apakah pengukusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 



                      
 




10. Pemorsian
Apakah pemorsian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 



                      
 






11. Penyajian
Apakah pemorsian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?

 
 



                      
 





Tabel 10. Penetapan CCP terhadap Setiapan Tahapan Proses
Langkah-langkah Proses
Pertanyaan diagram Pohon Keputusan
P1
P2
P3
CCP
Penerimaan

Tahu putih
Y
T

Bukan CCP
Telur ayam
Y
T

Bukan CCP
Penyortiran




Telur ayam
Y
Y

CCP 2
Bawang putih
Y
Y

CCP 2
Penyimpanan

Telur ayam
Y
T

Bukan CCP
Bawang putih
Y
T

Bukan CCP
Garam halus
Y
T

Bukan CCP
Merica bubuk
Y
T

Bukan CCP
Pencucian
Tahu putih
Y
Y

CCP 2
Telur ayam
Y
Y

CCP 2
Bawang putih
Y
Y

CCP 2
Perebusan
Bawang putih
Y
Y

CCP 1
Penghalusan

Tahu putih
Y
T

Bukan CCP
Bawang putih
Y
T

Bukan CCP
Pencetakan

T
T
Bukan CCP
Pengukusan

Y
T
CCP 1
Distribusi

T
T
Bukan CCP

Keterangan:
Y     : Ya
T      : Tidak

Penetapan batas kritis
Tabel 11. Penetapan batas kritis
Komponen HACCP
Parameter kritis
Batas kritis
Penerimaan bahan makanan
Standar Spesifikasi bahan
Tahu putih (bersih, putih, utuh)
Telur ayam (bersih, besar, utuh, tidak busuk)
Garam halus (bersih)
Bawang putih(putih, segar, tidak busuk)
Merica bubuk (bersih)
Penyimpanan sementara
(ruang transit)
Suhu
Disimpan pada suhu ruang (23°C)
Persiapan (pemotongan, pencucian)
Jumlah E.Coli

Klorin
Bahan makanan bersih tidak mengandung E.Coli ( - )
Air tidak berbau
Pengolahan
Salmonela
E.Coli
Suhu
Pengukusan sampai matang (1000C, 30 menit)
Pemorsian
Suhu
Tempat
Suhu penyimpanan 70°C(hangat)
Wadah yang digunakan bersih
Distribusi
Suhu

Waktu
Suhu makanan pada pendistribusian 70°C(hangat)
Waktu pendistribusian ± 1 jam




Penetapan Tindakan Pemantauan Pada Setiap CCP
Tabel 12. Kegiatan pemantauan pembuatan tahu lapis
No.
Kegiatan Pemantauan
Cara Pemantauan
Hasil Pemantauan
1
Penerimaan Bahan Makanan
Pemantauan
·    Tahu putih, telur ayam yang diterima masih dalam keadaan segar
·    Penerimaan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi bahan makanan
2
Penyimpanan Bahan Makanan
Pengamatan
·    Semua bahan makanan disimpan sesuai dengan jenis bahan makanan.

4
Persiapan Bahan Makanan
Pengamatan
·    Semua bahan makanan masuk ruang persiapan yang kemudian bahan makanan dicuci dengan air mengalir
5
pemasakan Bahan Makanan
Pengamatan

Tahu putih yang telah dicuci kemudian dihaluskan dan dicampur dengan telur ayam, selanjutnya bumbu putih (bawang putih, merica, garam) yang telah disiapkan ditambahkan dan diaduk hingga rata. Adonan yang telah dicampur rata selanjutnya dicetak dalam loyang dan dikukus selama 30 menit.
7
Pemorsian Makanan
Pengamatan
·    Sebelum makanan disajikan,makanan disiapkan terlebih dahulu dalam plato steenliess dan piring keramik.
·    Penyajian menu lapis tahu untuk kelas paviliun, I,II dan III dengan menggunakan plato steanless steel tertutup dan piring keramik.
8
Pendistribusian
pengamatan
Pendistribusian makanan dilakukan dengan menggunakan kereta makan dengan keadaan tertutup, yang kemudian diantar ke setiap ruang.








A.    Verifikasi
Tabel 13. Penetapan verifikasi
No.
Kegiatan Pemantauan
Penyimpangan
Tindakan Koreksi
1
Penerimaan
-
-     
2
Penyimpanan
-
-     
3
Persiapan
-      
-
4.
Pencampuran
-      
-
5.
Pemasakan
Pengukusan dilakukan bersamaan dengan makanan olahan lain dalam satu wadah yang sama sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi dari satu makanan ke makanan lainnya.
Sebaiknya pengukusan dilakukan dengan menggunakan satu alat masak untuk satu jenis masakan saja.
6.
Pemorsian
-
-    
7.
Pendistribusian
-
-    

a.         Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP, prosedur pengendalian, verifikasi data dan catatan penyimpangan dari prosedur normal. Dokumentasi dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian apabila terjadi kasus penyimpangan.
1)        Judul
Hazard Analisis Critical Control Point (HACCP) pada tahu lapis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2)      Tanggal Pengamatan dan Pencatatan : 5 September 2013
a)         Diskripsi Produk : Tahu lapis adalah salah satu menu masakan yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
a.)       Bahan dan bumbu:
Tahu putih, Telur ayam, bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus)
b.)      Alat :
Baskom, loyang, blender, kompor gas, steamer, pisau, dan mangkuk.

3)      Identifikasi Penggunaan
Tahu lapis adalah jenis makanan saring untuk pasien paviliun, kelas I, II, dan III
4)      Proses yang dilakukan pada tahu lapis
·         Proses Penerimaan
Analisa bahan sesuai dengan spesifikasi
·         Proses Persiapan Bahan Makanan
Pemantauan pada proses persiapan bahan makanan, mulai dari pencucian
·         Proses Permasakan/pengolahan Bahan Makanan
Pemantauan pada proses pengukusan bahan makanan
·         Proses Pemorsian Makanan
Pemantauan pada proses pengemasan bahan makanan
·         Proses Pendistribusian Makanan
Pemantauan pada proses pendistribusian makanan
5)      Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada CCP
·         Proses Penerimaan
Spesifikasi bahan meliputi warna, aroma, jumlah, kebersihan
·         Proses Pengolahan
Analisis bahaya pada proses pengolahan meliputi suhu, peralatan masak dan waktu perebusan terhadap kontaminasi yang mungkin terjadi
·         Proses penyimpanan sementara
Analisis bahaya: waktu, tempat, kebersihan tempat, perlakuan pada makanan selama penyimpanan
·         Proses Pendistribusian
Analisis bahaya: alat saji, penjamah, kebersihan alat pemorsian, ketetapan waktu saat distribusi

6)      Penetapan Batas Kritis dan Toleransi pada CCP
·         Proses Penerimaan
Penerimaan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
·         Proses Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan sesuai dengan jenis bahan makanan dan penyesuaian suhu
·         Proses Persiapan
Sterilisasi alat dan hygiene pekerja, pencucian bahan makanan dengan air mengakir sampai bersih
·         Proses Pengolahan
Pemakaian celemek, kebersihan alat dan hygiene pengolah
·         Proses penyimpanan sementara
Tahu lapis yang telah matang ditempatkan pada wadah yang tertutup
·         Proses Pendistribusian
Waktu distribusi sampai pada konsumen tepat waktu dan perhatikan aliran distribusinya

Tabel 14.  Tindakan koreksi
Tingkat resiko
Tindakan koreksi
Produk beresiko rendah
Produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi.
Pengawasan rutin harus dilakukan untuk menjamin status resiko rendah berubah menjadi status sedang atau tinggi








BAB V
PEMBAHASAN

Penerapan HACCP yang dilakukan pada tanggal 5 September 2013 di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yaitu mengenai pembuatan tahu lapis yang merupakan menu saring dalam menu makan siang di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto untuk paviliun, kelas I, II, III. Pembuatan tahu lapis ini terdiri dari bahan baku tahu putih, telur ayam dan bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus). Pada bahan yang ada terdapat beberapa potensi bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. Analisis bahaya pada tahu lapis termasuk dalam kategori resiko bahaya rendah  sehingga berarti produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki jika waktu memungkinkan dan pengawasan rutin harus dilakukan.

1.    Penerimaan
Penerimaan bahan makanan dilakukan sebelum persiapan bahan makanan. Proses penerimaan bahan makanan mentah didapat dari rekanan yaitu CV Prima 137 yang diperiksa berdasarkan order/pemesanan oleh tim pemeriksa barang rumah sakit dan bendaharawan barang rumah sakit. Proses penerimaan bahan makanan termasuk ke dalam CCP 2, karena pada proses ini ditujukan untuk mengurangi bahaya serta kontaminasi bahaya yang kemungkinan akan meningkat melebihi batas berdasarka spesifikasi yang ada pada instalasi gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Usaha untuk mengurangi maupun menghilangkan bahaya pada saat proses penerimaan tersebut telah dilakukan oleh Instalasi Gizi RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan cara menerima bahan yang sesuai dengan standar spesifikasi yang telah ditetapkan. Keadaan bahan makanan dari tahu lapis ini terdiri dari bahan baku tahu putih, telur ayam, bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus). Pada saat pengamatan proses penerimaan bahan untuk pembuatan tahu putih sudah sesuai dengan standar spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.    Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan bahan makanan. Proses penyimpanan dilakukan pada bahan makanan dari tahu putih seperti  tahu putih dan telur ayam. Penyimpanan telur ayam disimpan pada gudang kering dan tidak datang setiap hari karena menggunakan stok yang masih ada selama 2 hariSedangkan untuk tahu putih yang digunakan hanya melalui tahap penyimpanan sebentar di ruang transit karena tahu putih datang pada hari itu juga.
3.    Persiapan (Pencucian)
Bahan makanan yang disimpan pada ruang transit dikirim keruang persiapan oleh petugas.Persiapan bahan makanan dilakukan dengan pencucian bahan makanan. Proses persiapan bahan makanan dilakukan oleh tenaga pengolah. Proses persiapan (pencucian) merupakan CCP 2 karena hanya dapat mengurangi bahaya yang ada. Pada tahap ini tahu putih dicuci terlebih dahulu, begitu pula dengan telur ayam sebelum dipecah dan dicampurkan ke tahu putih telur ayam dicuci terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan mengurangi potensi bahaya yang ada pada telur ayam. Proses pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang berasal dari  PDAM yang telah mendapat lisensi sehingga mutu dapat terjamin.
4.    Pengolahan ( Pemasakan)
Pengolaha tahu putih dilakukan oleh 1 tenaga pengolah. Sebelum dilakukan pengolahan alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Tenaga pengolah wajib memakai clemek serta tutup kepala  dan tidak wajib memakai masker pada saat pengolahan tetapi harus meminimalkan frekuensi bicara kepada petugas lain karena instalasi gizi RSUD. Prof.DR Margono Soekarjo Purwokerto mengadopsi sistem pengolahan dari eropa yaitu tidak wajib memakai masker pada saat pengolahan tetapi pada saat pemorsian atau berhadapan langsung dengan makanan yang telah matang wajib memakai masker. Proses pengolahan merupakan CCP 1 karena pada proses ini diharapkan mampu menghilangkan bahaya yang ada. Pada proses ini alat yang digunakan dicuci menggunakan air kran, yang bersumber dari air tanah. Pengolahan (pengukusan dilakukan dengan cara pengukusan di dalam steamer selama 30 menit, namun steamer digunakan bersamaan dengan pengukusan bahan makanan lain yang dan dikhawatirkan terjadi kontaminasi dari satu bahan makanan ke bahan makanan yang lainnya.

5.    Pemorsian
Penyajian menu tahu putih pada pengamatan ini yaitu untuk pasien yang dirawat di paviliun, kelas I, II dan III, sedangkan untuk proses pemorisannya dilakukan dengan menggunakan plato tertutup untuk kelas I, II, III dan piring keramik untuk pasien paviliun. Selain itu penempatan pada plato tertutup dan piring keramik, sudah menggunakan sendok sayur yang telah dicuci sebelumnya sehingga dapat mengurangi kontaminasi kotoran yang mungkin menempel pada alat. Proses pengemasan merupakan CCP 2 karena pada proses pengemasan hanya dapat mengurangi bahaya yang ada.

6.    Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan CCP 2 karena dapat mengurangi bahaya yang ada, khususnya bahaya karena ada proses penyajian makanan, petugas penyaji telah menggunakan masker yang ditujukan agar makanan tidak terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut saat para penyaji sedang berbicara. Tahu lapis didistribusikan ke pasien oleh petugas pramusaji yang sudah mengenakan masker. Tahu lapis telah ditempatkan pada plato tertutup dan kemudian dimasukkan pada kereta / troli makan tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi udara pada makanan didalamnya.
Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk tahu lapis untuk paviliun, kelas I,II dan III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dikategorikan beresiko rendah Artinya makanan dapat terus diolah tetapi perlu adanya pengawasan makanan dengan baik, karena makanan tersebut dikonsumsi untuk pasien atau orang sakit. Penyimpangan yang terjadi perlu segera diperbaiki, dan tindakan pengawasan rutin serta penerapan HACCP perlu dilakukan untuk menjamin keamanan makanan.





BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lapis tahu merupakan menu saring yang diolah di Instalasi Gizi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan bahan mentah berupa tahu putih, telur ayam dan bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus).
Cara pembuatan tahu lapis adalah mencuci tahu putih, telur ayam dan bawang putih hingga bersih pada kran  yang airnya bersumber dari PDAM. Selanjutnya tahu putih dihaluskan kemudian ditambahkan telur ayam dan diaduk hingga merata. Sebelum bumbu dihaluskan bawang putih direbus terlebih dahulu setelah itu baru membuat bumbu putih. Bumbu yang telah dihaluskan kemudian dicampurkan ke dalam campuran tahu putih dan telur dan diaduk kembali hingga rata. Kemudian meletakkan campuran tadi ke dalam loyang dan dikukus hingga matang selama 30 menit.
Beberapa bahan dan proses dari pembuatan lapis tahu mempunyai potensi bahaya fisik, kimia maupun biologi. Pada proses penerimaan bahan makanan hingga proses pendistribusian terdapat beberapa titik kritis diantaranya yaitu :
1. CCP 1 : Proses pemasakan (pengukusan)
2. CCP 2 : Proses penerimaan, sortasi, persiapan (pencucian) dan pendistribusian.
                 Pada proses persiapan sampai dengan proses pendistribusian terdapat beberapa batas CCP serta toleransinya dari setiap proses yang dilakukan. Tindakan pemantauan dalam pembuatan lapis tahu terpantau aman dan prosesnya dilakukan dengan baik tanpa melalui tahap penyimpanan. Tidak adanya tahap penyimpanan pada proses pembuatannya sehingga juga tidak terdapat tindakan koreksi yang diperlukan. Hanya saja penggunaaan steaming untuk pengukusan seharusnya tidak digunakan bersamaan dengan pengukusan makanan olahan yang lainnya agar tidak terjadi kontaminasi silang dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya.
                 Verifikasi kegiatan melihat kembali beberapa verifikasi yang sudah ditentukan. Pada proses pembuatan lapis tahu ini penetapan verifikasi sudah dilakukan dengan cukup baik dan sesuai jadwal.
                 Pencatatan dan dokumentasi dilakukan dengan melihat kembali judul, tanggal pengamatan dan pencatatan, keterangan produk, alat dan bahan, serta proses yang dilakukan mulai dari proses penerimaan sampai dengan pendistribusian.

B.     Saran
Meningkatkan pengawasan hygiene sanitasi terhadap tenaga pengolah dan peralatan yang digunakan agar mendapatkan kualitas makanan yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta.
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Djarismawati., Sugiharti. dan Riris Nainggolan. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamine B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 (1): 7 – 12. Diakses tanggal 5 September 2013.
Iskak R. Infeksi Nosokomial dan Staphylococcus Epidermidis.  Republika: 2006.
Nurlaela, Euis. 2011. Keamanan Pangan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Jurnal FKM UNHAS Vol. 1, No. 1. Agustus 20011 : 1-7. Diakses tanggal 5 September 2013.
Shurtleff, William, Aiko Aoyagi. 2001. The Book of Miso. Japan : Ten Speed Press.